Sosial Media
0
News
    Loading..
    Home Tradisi

    Kegiatan Malam Satu Suro SH Terate Cabang Kota Tangerang Selatan 2024

    "Setelah melakukan makan bersama para Warga PSHT dan Siswa Putih melakukan Barisan untuk melakukan prosesi Muter Gelang yang didampingi oleh..."

    4 min read

    Penulis: Ahmad Qaulan, M. Ridwan Habibie | Foto: M. Abdul Wakhid, Findy Alfiansyah, Ibtida Fadlurrahman


    WWW.SHTERATETANGSEL.OR.ID - Asal-usulnya sejarah malam Satu Suro, awal mula perayaan malam satu Suro konon bertujuan untuk memperkenalkan kalender Islam di kalangan masyarakat Jawa. Pada tahun 931 Hijriah atau 1443 tahun Jawa baru, yaitu pada zaman pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri II membuat penyesuaian antara sistem kalender Hijriah (Islam) dengan sistem kalender Jawa pada masa itu.

    Sementara menurut catatan sejarah lainnya, penetapan satu Suro sebagai awal tahun baru Jawa dilakukan sejak zaman Kerajaan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645). Pada 1633 Masehi atau 1555 tahun Jawa, Sultan Agung menetapkan Tahun Jawa atau tahun Baru Saka diberlakukan di bumi Mataram dan menetapkan 1 Suro sebagai tanda awal tahun baru Jawa.

    Pada saat itu, masyarakat umumnya mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwariskan dari tradisi Hindu, sedangkan Kesultanan Mataram Islam sudah menggunakan sistem kalender Hijriah. Sultan Agung yang ingin memperluas ajaran Islam di Tanah Jawa berinisiatif memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah menjadi kalender Jawa.

    Hal tersebut bermaksud bahwa Sultan Agung menginginkan persatuan rakyatnya. Selain untuk menggempur Belanda di Batavia, hal itu juga bertujuan untuk menyatukan Pulau Jawa. Maka dari itu, Sultan Agung tidak ingin rakyatnya terpecah belah karena perbedaan keyakinan agama.

    Penyatuan kalender tersebut pun dimulai sejak Jumat Legi bulan Jumadil akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi. Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro yang bertepatan pula dengan tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriah.

    Sementara itu, Sultan Agung Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok santri dan abangan. Untuk itu, pada setiap hari Jumat Legi, dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil dilakukan pengajian yang dilakukan oleh para penghulu kabupaten, sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan Giri.

    Dengan demikian, tanggal 1 Muharram atau 1 Suro Jawa yang dimulai pada hari Jumat Legi juga turut dikeramatkan. Bahkan dianggap sial kalau ada orang yang memanfaatkan hari tersebut di luar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul.

    Makna Malam Satu Suro, sejak saat itu hingga kini, malam satu Suro dimaknai sebagai bulan pertama dalam kalender Jawa-Islam. Penyebutan kata 'Suro' bagi masyarakat Jawa artinya bulan Muharam dalam kalender Hijriah. Kata tersebut berasal dari kata 'Asyura' dalam bahasa Arab dan dicetuskan oleh pemimpin Kerajaan Mataram Islam, Sultan Agung.

    Namun Sultan Agung masih memadupadankan penanggalan Hijriah dengan tarikh Saka, tujuannya agar dapat merayakan keagamaan diadakan bersamaan dengan seluruh umat Islam dan menyatukan masyarakat Jawa yang terpecah saat itu antara kaum Abangan (Kejawen) dan Putihan (Islam).

    Tidak ketinggalan dengan momen satu suro ini PSHT Cabang kota Tangerang Selatan mengadakan Kegiatan doa bersama dengan seluruh warga dan Pengurus PSHT Cabang Kota Tangerang Selatan bertempat di Yayasan Mabrur Bambu Apus Tangerag Selatan.

    Acara ini dibuka dengan surat Al-Fatihah dilanjutkan dengan sambutan-sambutan, sambutan pertama disampaikan oleh Kangmas Fahrudin Yusuf selaku Ketua Cabang Kota Tangerang Selatan selanjutnya Sambutan kedua disampaikan oleh Kangmas Robit Nasucha selaku Ketua Dewan PSHT Cabang Kota Tangerang Selatan.

    Wejangan yang disampaikan oleh Mbah Marno ialah memberikan amanat kepada seluruh Warga PSHT dan Siswa putih serta memberikan pesan bahwa dalam malam satu suro ini kita untuk intropeksi diri dan selalu ingat dengan para leluhur kita terlebih khusus Pendiri Setia Hati tentang ajaran budi pekerti luhur yang mengajarkan tentang Cinta kasih sesama manusia terutama kepada diri sendiri.

    Acara selanjutnya ialah Doa bersama dan potong tumpeng yang dilakukan oleh Dewan Cabang PSHT kepada Ketua Cabang PSHT Kota Tangerang Selatan Kangmas Fahrudin Yusuf serta makan bersama yang diikuti oleh seluruh Warga PSHT dan Siswa Putih Cabang Kota Tangerang Selatan dengan “Bubur Suran”.

    Setelah melakukan makan bersama para Warga PSHT dan Siswa Putih melakukan Barisan untuk melakukan prosesi Muter Gelang yang didampingi oleh Warga Tingkat dua untuk melakukan prosesi Muter Gelang tersebut.

    Prosesi ini memberikan makna bahwa kita harus fokus dalam kehidupan kedepan yang kita jalani dalam setiap langkah kaki memberikan pesan bahwa setiap rintangan kehidupan harus kita hadapi dengan ikhlas dan sepenuh hati dan jiwa raga.

    Setelah melakukan prosesi Muter Gelang tersebut para warga dan siswa putih berbaris kembali untuk melakukan doa penutup bersama sama dan para warga PSHT membubarkan diri dari Lapangan.

    1 komentar
    Additional JS